Beranda | Artikel
Allah Subhanau wa Taala Tidak Memerintahkan Suatu Kemungkaran
Kamis, 29 November 2018

ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA TIDAK MEMERINTAHKAN SUATU KEMUNGKARAN

Pertanyaan
Ketika saya menghafal surat Yusuf alaihis salam, masih terlintas dalam pikiranku ayat ini:

فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ 

Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.” [Yusuf/12 : 15]

Maka Allah mewahyukan kepada saudara-saudara Nabi Yusuf alaihis salam agar melemparan ke sumur sementara mereka tidak merasa sampai pada akhirnya menjadi Raja. Kesalahan yang mereka lakukan, bukan dari kesalahannya tapi wahyu robbani. Sehingga ketika terjerumus dalam kemaksiatan apapun atau kesalahan apapun, saya katakan mungkin ini adalah wahyu melakukan sesuatu sementara saya tidak mengetahuinya atau untuk sesuatu  masa depanku. Bagaimana saya bisa membedakan diantara keduanya?

Jawaban
Alhamdulillah.

Apa yang dilakukan saudara Yusuf berbuat kedholiman kepada saudaranya, bukan termasuk wahyu dari Allah Ta’ala. Akan tetapi was was pada dirinya sebagaimana dijelaskan kondisi mereka oleh ayahnya Ya’qub Alaihis salam. Dan ini seperti firman-Nya:

 وَجَاءُوا عَلَى قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَى مَا تَصِفُونَ 

Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan” [Yusuf/12 : 18]

Mereka mengakui telah melakukan kesalahan. Allah Ta’ala berfirman:

  قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ * قَالَ لَا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ 

Mereka berkata: “Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami, dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa).” Dia (Yusuf) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.” [Yusuf/12 : 91-92].

Pada akhirnya, maka Yusuf Alaihis salam mengatakan, “Dan ia menaikkan kedua ibu-bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan berkata Yusuf: “Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Yusuf/12 : 100]

Dengan tegas ayat menyatakan bahwa masalah Yusuf, termasuk bisikan syetan antara dia dengan saudara-saudaranya. Sementara Firman Allah Ta’ala:

فَلَمَّا ذَهَبُوا بِهِ وَأَجْمَعُوا أَنْ يَجْعَلُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ لَتُنَبِّئَنَّهُمْ بِأَمْرِهِمْ هَذَا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ 

Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi.” [Yusuf/12 : 15]

Ayat tersebut menegaskan bahwa wahyu diberikan kepada Yusuf alaihis salam (Kami wahyukan kepada Yusuf) bukan kepada saudara-saudaranya. Di ayat tersebut tidak menunjukan bahwa wahyu diberikan kepada saudara-saudara Yusuf. Maka Allah tidak menyuruh kepada suatu kemungkaran dari suatu perbuatan seperti kedholiman akan tetapi menyuruh melakukan keadilan. Allah berfirman:

  قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ * قُلْ أَمَرَ رَبِّي بِالْقِسْطِ وَأَقِيمُوا وُجُوهَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَادْعُوهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ 

Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui? Katakanlah: “Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan.” Dan (katakanlah): “Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya).” [Al-A’raf/7 : 28-29].

Dengan ayat ini, pada ulama menafsirkan firman Allah Ta’ala ini:

  وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا 

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”[Al-Isra/17 : 16]

Syaikh pakar tafsir Muhammad Amin Syinqity rahimahullah mengatakan, “Makna Firman Allah ta’ala  ( أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا )، (Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu) dalam ayat ini ada tiga madzhab menurut ulama tafsir:

Pertama: dan ini adalah yang benar dan dikuatkan Al-Qur’an. Dan pendapat jumhur ulama. Bahwa perintah dalam ayat (Kami perintahkan) adalah perintah lawan dari larangan. Perintah ini terkait dengan sesuatu yang dihilangkan karena telah nampak. Sehingga maknanya adalah (Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu) maksudnya kami hancurkan sehancur-hancurnya. Dikuatkan kehancuran dengan masdar untuk lebih menguatkan kehancuran yang menimpa mereka. Pendapat ini yang benar dalam ayat ini. Dikuatkan dengan banyak ayat seperti firman-Nya.

 وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ…   الآية

Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: “Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.” Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.” [Al-A’raf/7 : 28]

Maka Allah dengan jelas tidak menyuruh berbuat kekejian. Dalilnya jelas dalam firman-Nya

( أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا )، maksudnya kami perintahkan mereka melakukan ketaatan, tapi berbuat kemaksiatan. Artinya bukan kami memerintakan mereka melakukan kefasikan. Sehingga mereka berbuat kefasikan. Karena Allah tidak memerintahkan kekejian.

Inilah pendapat yang kuat dalam ayat, sesuai dengan metode bahasa Arab yang berlaku. Seperti perkataan ‘Saya perintahkan sesuatu kemudian bermaksiat kepadaku’ maksudnya adalah saya perintahkan melakukan ketaatan, kemudian berbuat maksiat. Artinya bukan, saya perintahkan berbuat kemaksiatan. Dan hal ini jelas sekali. [‘Adwaul Bayan, 3/574-575].

Makna ayat ini masih banyak pendapat lainnya yang tidak cukup menyebutkan dan diskusi dalam jawaban ini.

Kedua : Persangkaan bahwa dosa terkadang merupakan jalan menuju kebaikan. Ini kesalahan besar, salah persepsi dalam mengenal suatu aksiomatik. Ini termasuk pencampuran, was was dari syetan yang terkutuk serta sangat berbahaya bagi keyakinan seorang muslim terhadap agamanya. Yaitu adanya was was dari syetan agar ringan dalam melakukan kemaksiatan.

Maka kebahagiaan dunia dan akhirat tidak akan di dapatkan kecuali dengan keimanan dan amal sholeh. Sementara kejelekan akan kembali kepada pelakunya. Dalam hal ini tidak boleh seseorang itu ragu-ragu, oleh karena itu Allah mengutus semua utusan-Nya.

Allah Ta’ala berfirman:

 وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ فَمَنْ آمَنَ وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا يَمَسُّهُمُ الْعَذَابُ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ  

Dan tidaklah Kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, mereka akan ditimpa siksa disebabkan mereka selalu berbuat fasik. [Al-An’am/6 : 48-49].

Keyakinan bahwa Allah memberikan ilham kepada hamba-Na melakukan kejelekan agar sampai kepada kebaikan, merupakan keyakinan yang benar-benar salah. Khawatir pelakukanya terjerumus dari dosa kecil ke dosa besar disebabkan keyakinan semacam ini. Bahkan dapat terjerumus ke dosa lebih besar lagi naudzu billah.

Yusuf Alaihis salam Allah mulyakan dengan mendapatkan kedudukan yang tinggi di dunia karena kebaikannya dengan melakukan ketaatan kepada Allah bukan karena kemaksiatan saudara-saudaranya. Allah Ta’ala berfirman:

 وَكَذَلِكَ مَكَّنَّا لِيُوسُفَ فِي الْأَرْضِ يَتَبَوَّأُ مِنْهَا حَيْثُ يَشَاءُ نُصِيبُ بِرَحْمَتِنَا مَنْ نَشَاءُ وَلَا نُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ 

Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik. [Yusuf/12 : 56]

Imam Thabari rahimahullah Ta’ala berkata, “Dan begitulah kami dudukkan Yusuf di negara –maksudnya negara Mesir- (pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu) berkata, “Menjadikan negara Mesir tempat tinggal yang dia kehendaki setelah penjara dan kesempitan. (Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki) diantara makhluk kami sebagaimana kami berikan kepada Nabi Yusuf, maka kami berikan kedudukan baginya di negara (Mesir) setelah terikat pada perbudakan dan menaruh kecintaan (kepadanya). (dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik) berkata,”Kami tidak menyia-nyiakan balasan orang yang berbuat kebaikan dengan melakukan ketaatan kepada Tuhannya, melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya. Sebagaimana kami tidak menyia-nyiakan balasan perbuatan Yusuf ketika berbuat baik dengan melakukan ketaatan kepada Allah.”[Tafsir Thabari 13/220].

Kesimpulannya, bahwa seorang muslim ketika melakukan kemaksiatan, sebenarnya dari dirinya dan syetan. Hendaknya dia bersegera bertaubat agar selamat dari dampaknya.

Hati-hati wahai hamba Allah dari tipu daya syetan dan was was kepada anda. perbanyak mengingat Allah, tilawah kitab-Nya, bersama terus dengan orang-orang shaleh, duduk dengan ahli ilmu dan zikir serta sibukan diri anda dengan kebenaran dan ketaatan. Jangan sampai kosong dari kebaikan. Sehingga anda sibuk dengan sesuatu yang tidak bermanfaat bahkan merusak agama dan dunia anda.

Wallahu a’lam

Disalin dari islamqa


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/10222-allah-subhanau-wa-taala-tidak-memerintahkan-suatu-kemungkaran.html